MEMPERKENALKAN EKONOMI PANCASILA BERBASIS KERAKYATAN KEPADA DUNIA
Indonesia
merupakan negara yang memiliki keragaman budaya yang tertuang dalam semboyan
“Bhineka Tunggal Ika”. Indonesia dibangun berdasarkan landasan ideologi
Pancasila yang di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang menjunjung tinggi
kebersamaan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Nilai-nilai
Pancasila telah mewarnai setiap sendi kehidupan Bangsa Indonesia pada berbagai
lini, termasuk corak ekonomi. Nilai yang diusung oleh Pancasila terus
digaungkan oleh Pemerintah agar dapat tercermin dalam setiap aktivitas rakyat
Indonesia, diantaranya adalah nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
Indonesia
memiliki ciri khas budaya ketimuran yang masih mengedepankan nilai-nilai
kebersamaan dan gotong royong. Implementasi nilai gotong royong dalam sistem
ekonomi tercermin pada banyaknya pertumbuhan koperasi dan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Sektor UMKM di Indonesia sangat mendominasi
dan menjadi penggerak perekonomian utama bagi negara. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) saat ini dari 110 juta orang pekerja di Indonesia,
sekitar 107 juta orang bekerja pada sektor UMKM. Ini menunjukkan jumlah UMKM di
Indonesia mencapai 97,3 persen. Dari data tersebut, dapat diartikan bahwa hanya
sekitar 3 juta orang atau 2,7 persen yang bekerja pada perusahaan-perusahaan
skala besar. UMKM merupakan ciri khas ekonomi kerakyatan yang mempunyai akar
kuat untuk menopang laju perekonomian Indonesia.
Ketangguhan
UMKM telah teruji pada periode krisis Indonesia di tahun 1998. Korporasi besar
satu per satu tumbang karena naiknya bahan baku impor, biaya cicilan hutang
meningkat sebagai akibat tergerusnya nilai rupiah oleh dolar US. Berbeda dengan UMKM. Para pelaku bisnis mikro, kecil,
dan menengah ini tetap bertahan ditengah terpaan badai krisis 1998. Bahkan di
tahun 2008 saat ancaman krisis global yang melanda negara besar dunia, UMKM
hadir sebagai penyelamat Indonesia dari serangan krisis. UMKM merupakan
satu-satunya sektor industri yang bahkan hampir tidak terkena dampak dari
krisis global.
Sokoguru
perekonomian Indonesia yang berbasis kerakyatan lainnya adalah koperasi.
Koperasi merupakan ciri khas ekonomi Indonesia yang patut kita jaga dan
hidupkan kembali, mengingat sepak terjang koperasi pada satu dekade ini
mengalami mati suri. Di negara maju seperti Swedia, Denmark, Belanda, dan
Jerman terdapat banyak koperasi yang maju dan mempunyai bisnis berskala
internasional. Koperasi berasaskan kekeluargaan dan bertujuan untuk memberikan
kesejahteraan bagi semua anggotanya.
Dua
ciri ekonomi kerakyatan koperasi dan UMKM tersebut menjadi solusi untuk menekan
laju ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Di Indonesia, angka ketimpangan sosial
di Indonesia telah mencapai taraf yan cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan Data Credit Suisse 2017 menyebutkan, sebanyak 1% orang
terkaya Indonesia menguasai 45,4% kekayaan nasional. Ini mengindikasikan bahwa pencapaian
pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh sekelompok orang yang
mempunyai akses modal atau kekayaan.
Berbicara tentang resesi ekonomi, sebenarnya tidak
hanya dialami Indonesia saja. Sebelum Indonesia, Thailand telah terlebih dahulu
mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997 dan Meksiko pada tahun 1995. Adalah
International Monetary Fund (IMF), sebuah lembaga di bawah World Bank yang
memberikan bantuan kepada negara-negara yang mengalami persoalan moneter dan
neraca pembayaran. Untuk menangani krisis, IMF memiliki paket kebijakan yang
bernama Structural Adjustment Program (SAP).
SAP milik IMF ini mencakup pengurangan subsidi (austerity), privatisasi badan usaha negara, perdagangan bebas, dan
pembatasan campur tangan negara dalam ranah ekonomi. IMF mengakui bahwa kebijakan
SAP belum mampu mengatasi ketimpangan sosial dan memulihkan kondisi krisis
secara tuntas. SAP juga belum mampu menggenjot laju pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun 2016, IMF merilis laporan tahunan yang
berjudul “Neoliberalism: Oversold?”.
Laporan ini ditulis Wakil Direktur Jonathan D.
Ostry, Kepala Divisi IMF Prakash Loungani, dan seorang ekonom David Furceri,
dari Departemen Penelitian IMF. Laporan ini berisi tentang pengakuan kegagalan
IMF dalam melakukan pendekatan untuk menangani krisis ekonomi, baik dari segi
cakupan maupun efektivitasnya. Dalam laporan ini disebutkan bahwa kebijakan
pengurangan subsidi (austerity) akan
meningkatkan ketimpangan sosial. Ketimpangan sosial membawa dampak bagi
kerusakan ekonomi, yang secara signifikan menurunkan tingkat dan daya tahan
pertumbuhan ekonomi. (Ostry,Loungani,Furceri,2016). Analisis mengenai austerity yang tidak bisa digunakan
untuk mengatasi krisis juga didukung oleh pernyataan Direktur IMF, Christine
Lagarde, pada Juni 2013. Lagarde menyatakan bahwa kebijakan austerity yang diterapkan di Yunani
tidak mampu memulihkan kepercayaan pasar, meningkatkan angka pengangguran,
serta membuat kondisi resesi semakin parah.
Dua dekade
sudah Indonesia berjuang keluar dari krisis 1998 dengan bantuan dari IMF. Tepat
dua dekade setelah resesi ekonomi yang menerpa Indonesia, IMF dan negara-negara
dunia akan datang kembali ke Indonesia pada bulan Oktober mendatang. Kali ini
bukan untuk menyerahkan Letter of Intent,
seperti yang telah ditandatangani oleh Presiden Soeharto dua puluh tahun
yang lalu. Indonesia tahun ini mendapatkan kepercayaan untuk menjadi tuan rumah
penyelenggaraan Annual Meeting IMF dan World Bank Group. Pertemuan ini akan
membahas tentang perkembangan ekonomi, stabilitas keuangan global, dan isu-isu
terkini dalam pertumbuhan ekonomi. Akan hadir pada pertemuan ini Menteri
keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 189 negara anggota IMF, hampir 5000
investor di bidang industri keuangan yang siap berinvestasi, 500 CSO, para
akademisi, observer, media, dengan total seluruh partisipan mencapai hingga
15.000 orang.
Penunjukan
Indonesia sebagai tuan rumah bukan tanpa alasan. Terpilihnya Indonesia sebagai
tuan rumah menunjukkan tingginya kepercayaan masyarakat dunia terhadap
Indonesia dalam bidang stabilitas ekonomi, keamanan, dan politik. Perhelatan
akbar ini dapat dimanfaatkan Indonesia untuk menunjukkan kemampuan Indonesia di
mata dunia dalam menangani permasalahan ekonomi, keuangan, dan isu-isu terkini.
Dunia memandang Indonesia memiliki banyak program dan kebijakan yang baik,
dalam bidang perekonomian khususnya, untuk ditampilkan dengan harapan dapat
menginisiasi negara-negara di dunia, sekaligus sebagai role model penerapan
kebijakan perekonomian. Selain itu, sektor perdagangan, investasi, dan
pariwisata diharapkan juga mampu memanfaatkan momentum ini untuk mencapai
pecepatan kemajuan perekonomian.
Saat
lawatannya ke Indonesia dalam rangka meninjau persiapan pelaksanaan Annual
Meeting, Direktur Utama IMF Christine Lagarde pada Februari 2018 lalu,
menyatakan kekagumannya pada Indonesia dalam hal program jaminan kesehatan
nasional dan sektor UMKM tanah abang. Lagarde menyatakan peran pemerintah dalam
memberikan layanan kesehatan gratis bagi warga miskin melalui sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), yang mengintegrasikan lebih dari 90 juta orang di
Indonesia, dinilai cukup fantastis. Lagarde juga menyatakan bahwa pemerintah
harus mendukung peran UMKM sebagai tonggak perekonomian kerakyatan dengan cara
memangkas peraturan yang menghambat pertumbuhan UMKM. Dukungan pemerintah bagi
sektor ekonomi kerakyatan selain deregulasi yang menghambat juga dapat
dilakukan dengan cara memberikan kemudahan akses perbankan bagi UMKM dan
Koperasi, untuk mendapatkan suntikan dana.
Sektor ekonomi kerakyatan baik UMKM maupun Koperasi merupakan cerminan nilai-nilai Pancasila yang harus kita implementasikan kembali ke dalam sistem perekonomian Indonesia. Kita patut berbangga, sektor ekonomi kerakyatan yang kecil ini, dengan perlahan tapi pasti, merangkak dan membawa Indonesia menuju stabilitas perekonomian dan keuangan. Sistem ekonomi Pancasila berbasis kerakyatan diyakini merupakan sebuah jawaban untuk menekan laju ketimpangan sosial di masyarakat. Keunggulan ekonomi Pancasila ini seyogyanya dapat kita tampilkan di kancah dunia dalam momentum Annual Meeting IMF dan World Bank Group pada Oktober mendatang. Bahwa Indonesia memang memiliki akar perekonomian yang menghujam, karena digerakkan oleh sektor riil dari pelaku bisnis mikro dan kecil yang bertumpu pada ekonomi rakyat. Hal ini Sejalan dengan pernyataan Lagarde pada Februari 2018 silam saat meninjau pasar Tanah Abang, bahwa kebijakan ekonomi harus memihak kepada kaum miskin, perempuan, dan generasi muda.
REFERENSI
Ostry, D. Jonathan;
Loungani,Prakash;Furceri,Davide. 2016. Neoliberalism
: Oversold?. Finance
& Development p.38-41.
Suharto. 2003. Quo Vadis Peran IMF Bagi Perekonomian Indonesia. Jurnal UNISIA
No.50/XXVI/IV/2003 p.384-392.
Artikel ini juga tayang pada laman kompasiana.com dan qureta.com
Comments
Post a Comment